EMPIRISME
Diajukan
untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah “filsafat umum”
Dosen
pengampu: Drs. H. Djono M. Ag.
DisusunOleh:
Anisah Sholihati NIM:14121110037
Iis Istianah NIM:14121110061
Maemanah NIM:14121120009
Uus Rusmana NIM:14121110132
PAI C FAKULTAS
TARBIYAH
KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI
SYEKH NURJATI
CIREBON
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt. yang
telah memberikan kekuatan sehingga dengan itu pemakalah dapat menyelesaikan
makalah penelitian ini. Semoga kita senantiasa mendapatkan petunjuk dan
pertolongan darinya. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada
junjungan alam yakni nabi Muhammad saw.
Makalah ini mengkaji tentang “EMPIRISME”
yang mana maklah ini diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Filsafat
Umum
Pemakalah menyadarai bahwa terdapat banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini, berkenaan dengan pengetahuan yang terbatas, dan
pengalaman yang kurang. Oleh karena itu pemkalah mengharapkan kritik dan saran
untuk kesempurnaan dan peningkatan mutu di masa yang akan datang.
Akhirnya pemakalah berharap semoga
makalah penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya serta
bagi pembaca umum.
Cirebon,
November 2012
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar
Belakang
Pengetahuan merupakan buah dari pengetahuan manusia. Pengetahuan itu bisa
timbul dari berbagai sektor kehidupan manusia, namuan dari mana saja
pengetahuan itu muncul? Orang bisa saja mengatakan pengetahuan itu datang dari
pengetahuan orang lain.
Pada era globalisasi ini orang tidak akan semudah itu menerima sebuah
teori tanpa adanya dalil atau referensi dari mana itu berasal. Dalam dunia
filsafat dikenal yang namanya empiris. Kata empiris mungkin kita sering dengar
ketika belajar fisika, kimia, matematika. Hal tersebut merupakan implementasi
dari pengertian empiris itu sendiri
Perlu dikaji mengenai pengertian empirisme. Guna mendukung pengetahuan
para pelajar, pengkajian tersebut bisa di telusuri melalui membaca dan memahami
sang pencetus empirisme, setelah dimengerti barulah para pelajar dapat memahami
tentang empirisme, yang pada akhirnya mengetahui apa itu filsafat.
- Rumusan
Masalah
- Apa yang dimaksud dengan Empirisme?
- Bagaimana sejarahnya?
BAB II
PEMBAHASAN
Empirisme
John Locke (1632-1704)
Masalah
terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat penting dalam epistemologi,
sebab jawaban terhadap terjadinya pengetahuan maka seseorang akan berwarna
pandangan atau paham filsafatnya. Jawaban yang paling sederhana tentang
terjadinya pengetahuan ini apakah berfilsafat apriori atau aposteriori.
Pengetahuan apriori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui
pengalaman, baik pengalaman indera maupun pengalaman batin. Adapun pengetahuan
aposteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman. Dengan
demikian, pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan objektif (Abbas
Hamami. 1982:11)
Ada enam alat untuk memperoleh
pengetahuan, yaitu:
1.
Pengalaman Indera (sense experience).
2.
Nalar (reason).
3.
Otoritas (authority).
4.
Intuisi (intuition).
5.
Wahyu (revelation).
6.
Keyakinan (faith)
Empirisme
Kata ini
berasal dari kata Yunani empeirikos yang berasal dari kata empeiria,
artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang
dimaksud ialah pengalaman indrawi. Manusia tahu es dingin karena ia
menyentuhnya, gula manis karena ia mencicipinya (Ahmad Tafsir. 2008: 24)
Seorang empirisis biasanya
berpendapat bahwa kita dapat memperoleh pengetahuan melalui pengalaman. Sifat
yang menonjol dari jawaban ini dapat dilihat bila kita memperhatikan pertanyaan
seperti, “Bagaimana orang mengetahui es membeku?”, jawaban kita tentu berbunyi,
“karena saya melihatnya demikian”, atau “karena seorang ilmuan melihatnya
demikian”. Dengan begitu, dapat dibedakan dua macam unsur: pertama,
unsur yang mengetahui dan kedua, unsur yang diketahui. Orang yang
mengetahui merupakan subyek yang memperoleh pengetahuan dan dikenal dengan
perkataan yang menunjukkan seseorang atau suatu kemampuan.
Unsur ketiga yang dapat kita bedakan
dalam jawaban terhadap pertanyaan “Bagaimana orang mengetahui kalau es itu
membeku?” ialah keadaan kita bersangkutan dengan melihat atau mendengar atau
suatu pengalaman inderawi yang lain. “Bagaimana kita mengetahui api itu
panas?”, dengan menyentuh barang sesuatu atau memperoleh pengalaman yang kita
sebut panas. “Bagaimana kita mengetahui apakah panas itu?”, jawabannya: kita
mengetahuinya dengan alat-alat inderawi peraba.
Selanjutnya,
pertanyaan: “Bagaimanakah anda mengetahui atau memperoleh pengetahuan?” dijawab
dengan menunjukkan pengalaman-pengalaman inderawi yang sesuai. “Pengetahuan
diperoleh dengan perantaraan indera”, kata penganut empirisme (Juhaya S.
Praja. 2003: 25)
John Locke,
bapak aliran ini pada zaman modern mengemukakan teori tabula rasa yang
secara bahasa berarti meja lilin. Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada
mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengetahuannya mengisi jiwa yang
kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Mula-mula tangkapan indera
yang masuk itu sederhana, lama kelamaan ruwet, lalu tersusunlah pengetahuan
berarti. Berarti, bagaimana pun kompleksnya pengetahuan manusia, ia selalu
dapat dicari ujungnya pada pengalaman indera. Sesuatu yang tidak dapat diamati
dengan indera bukanlah pengetahuan yang benar. Jadi, pengalaman indera itulah
sumber pengetahuan yang benar. Karena itulah metode penelitian yang menjadi
tumpuan aliran ini adalah metode eksperimen
Ada dua ciri pokok empirisme, yaitu
mengenai teori tentang makna dan teori tentang pengetahuan.
Teori makna
pada aliran empirisme biasanya dinyatakan sebagai teori tentang asal
pengetahuan, yaitu asal-usul idea atau konsep. Pada abad pertengahan teori ini
diringkas dalam rumus Nihil est in intellectu quod non prius fuerit in sensu
(tidak ada sesuatu di dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman).
Sebenarnya pernyataan ini merupakan tesis Locke yang terdapat dalam bukunya, An
Essay Concerning Human Understanding, yang dikeluarkannya tatkala ia
menentang ajaran idea bawaan (innate idea) pada orang-orang rasionalis.
Jiwa (mind) itu, tatkala orang dilahirkan, keadaannya kosong, laksana
kertas putih atau tabula rasa, yang belum ada tulisan di atasnya, dan setiap
idea yang diperolehnya mestilah datang melalui pengalaman; yang dimaksud dengan
pengalaman di sini ialah pengalaman inderawi. Atau pengetahuan itu datang dari
observasi yang kita lakukan terhadap jiwa (mind) kita sendiri dengan
alat yang oleh Locke disebut inner sense (pengindera dalam)
Pada abad ke-20 kaum empiris
cenderung menggunakan teori makna mereka pada penentuan apakah suatu konsep
diterapkan dengan benar atau tidak, bukan pada asal-usul pengetahuan. Salah
satu contoh penggunaan empirisme secara pragmatis ini ialah pada Charles
Sanders Peirce dalam kalimat “Tentukanlah apa pengaruh konsep itu pada praktek
yang dapat dipahami kemudian konsep tentang pengaruh itu, itulah konsep tentang
objek tersebut”.
Filsafat empirisme tentang teori
makna amat berdekatan dengan aliran positivisme logis (logical positivism)
dan filsafat Ludwig Wittgenstein. Akan tetapi, teori makna dan empirisme selalu
harus dipahami lewat penafsiran pengalaman. Oleh karena itu, bagi orang empiris
jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola
(pattern) jumlah yang dapat diindera, dan hubungan kausalitas sebagai
urutan peristiwa yang sama.
Teori kedua,
yaitu teori pengetahuan, dapat diringkaskan sebagai berikut: Menurut orang
rasionalis ada beberapa kebenaran umum, seperti “setiap kejadian tentu
mempunyai sebab”, dasar-dasar matematika, dan beberapa prinsip dasar etika, dan
kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah
kebenaran a priori yang diperoleh lewat intuisi rasional. Empirisme
menolak pendapat itu. Tidak ada kemampuan intuisi rasional itu. Semua kebenaran
yang disebut tadi adalah kebenaran yang diperoleh lewat observasi jadi ia
kebenaran a posteriori
JOHN LOCKE (1632-1704) DAN TEORI PENGETAHUANNYA
A. RIWAYAT HIDUP
JOHN LOCKE
Locke
dilahirkan di Wrington di kota Somerset. Orang tuanya adalah penganut Puritan.
Ayahnya adalah seorang tuan tanah kecil dan pengacara yang berperang di
parlemen pada waktu perang sipil. Locke belajar di Oxford di mana ia memperoleh
gelar BA dan M.A. Ia kemudian belajar ilmu kedokteran dan pada tahun 1667
menjadi sekretaris dan dokter pribadi Earl Shaftesbury pertama, yang memimpin
partai Whig. Selama menduduki jabatan sebagai Lord Chancellor, Locke menduduki
beberapa jabatan publik penting yang memberinya pengalaman dan penglihatan
langsung pada realitas dan jalannya politik. Gangguan kesehatannya membuatnya
pindah ke Prancis selama empat tahun, dan waktu luangnya memberinya kesempatan
untuk mengembangkan pandangan-pandangan filsafatnya sendiri (Henry J. Schmadt.
2005: 335)
B. TEORI
PENGETAHUAN JOHN LOCKE
Pengertian Pengetahuan
Hubungan
antara pengetahuan dengan berfikir adalah pasti dan tak dapat dipisahkan. Kita
mengetahui karena kita berfikir. Berfikir adalah kerja akal yang merupakan
wadah dari idea-idea. Lock mendefinisikan pengetahuan sebagai pemahaman
terhadap adanya kesesuaian, atau perbedaan antara idea-idea. Jadi,
apabila didapati pemahaman seperti ini, berarti ada pengetahuan, jika tidak,
maka tidak ada pengetahuan
Pengetahuan Itu Aposteriori
Buku Locke, An Essay Cocerning
Human Understanding (1689), ditulis berdasarkan suatu premis, yaitu semua
pengetahuan datang dari pengalaman. Ini berarti tidak ada yang dapat dijadikan
idea atau konsep tentang sesuatu yang berada di belakang pengalaman, tidak ada
idea yang diturunkan seperti yang diajarkan oleh Plato. Dengan kata lain, Locke
menolak adanya innate idea; termasuk apa yang diajarkan oleh Descartes, Clear
and distinc idea. Adequate idea dari Spinoza, truth of reason
dari Leibniz, semuanya ditolaknya. Yang innate (bawaan) itu tidak ada. Inilah
argumennya:
- Dari jalan masuknya pengetahuan kita mengetahui
bahwa innate itu tidak ada. Memang agak umum orang beranggapan bahwa
innate itu ada. Ia itu seperti distempelkan pada jiwa manusia, dan jiwa
membawanya ke dunia ini. Sebenarnya kenyataan telah cukup menjelaskan
kepada kita bagaimana pengetahuan itu datang, yakni melalui daya-daya yang
alamiah tanpa bantuan kesan-kesan bawaan, dan kita sampai pada keyakinan
tanpa suatu pengertian asli.
- Persetujuan umum adalah argumen yang kuat. Tidak
ada sesuatu yang dapat disetujui oleh umum tentang adanya innate idea itu
sebagai suatu daya inhern. Argumen ini ditarik dari persetujuan umum.
Bagaimana kita akan mengatakan innate idea itu ada padahal umum tidak
mengakui adanya.
- Persetujuan umum membuktikan tidak adanya innate
idea.
- Apa innate idea itu sebenarnya tidaklah mungkin
diakui dan sekaligus juga tidak diakui adanya. Bukti-bukti yang mengatakan
ada innate idea justru saya jadikan alasan untuk mengatakan ia tidak ada.
- Tidak juga dicetakkan (distempelkan) pada jiwa
sebab pada anak idiot, idea yang innate itu tidak ada. Padahal anak normal
dan anak idiot sama-sama berfikir.
Argumen ini secara lurus menolak
adanya innate idea, sekalipun ada, itu tidak dapat dibuktikan adanya. Lebih
jauh ia berkata:
Marilah kita andaikan jiwa itu
laksana kertas kosong (tabularasa), tidak berisi apa-apa, juga tidak ada idea
di dalamnya. Bagaimana ia berisi sesuatu? Untuk menjawab pertanyaan ini saya
hanya mengatakan: dari pengalaman; di dalamnya seluruh pengetahuan didapat dan
dari sana seluruh pengetahuan berasal.
Hanya premis
inilah yang dipertahankan dan digunakan oleh Locke. Dengan ini pula ia
menyerang innate idea dengan cara induksi
Implikasi Teori Tabularasa John Locke Terhadap konsep
Innate Idea
Teori
Tabularasa tidak memberikan ruang bagi paham yang berpendapat bahwa seseorang
dilahirkan dengan darah seniman, darah pengusaha, darah pekerja atau
darah-darah lainnya, dan menggambarkan bahwa manusia sudah ditakdirkan untuk
menjalani profesi tertentu sejak lahir. Menurut teori ini, alasan mengapa anak
seorang pengusaha cenderung menjadi pengusaha dan anak seorang buruh cenderung
menjadi buruh, atau anak seorang seniman cenderung menjadi seorang seniman
merupakan akibat dari pendidikan di lingkungan yang setiap hari dialami. Anak
seorang pengusaha yang setiap hari berinteraksi dengan orang tuanya yang juga
seorang pengusaha, setiap hari mendengar perkataan orang tuanya mengenai
usahanya, akan belajar memahami konsep yang dipahami orang tuanya mengenai
harta, cara memperolehnya, dan mempunyai perilaku yang mirip dengan orang
tuanya. Jadi, jika seorang bayi seorang pengusaha tertukar dengan bayi seorang
seniman, kemungkinan besar bayi seorang pengusaha yang diasuh oleh seorang seniman
akan menjadi seniman dan bayi seniman yang diasuh oleh pengusaha akan menjadi
pengusaha. Teori ini memberi motivasi pada kita bahwa kita dapat menjadi apapun
sesuai dengan pilihan kita jika kita mau belajar. Lingkungan memang
mempengaruhi jenis pengetahuan yang kita peroleh, tetapi ketika kita sadar
bahwa kita memiliki kemampuan untuk memilih, kita juga memiliki kemampuan untuk
belajar merealisasikan pilihan kita (Kumara Ari Yuana. 2010:171-172)
Hubungan Antara Subjek dan Objek
Menurut
Locke, ketika kita melihat suatu obyek, kita menangkap beberapa kualitas dari
obyek tersebut. Ia kemudian menggolongkan kualitas tersebut kedalam dua
kategori. Yang pertama adalah kualitas primer, yakni kualitas yang
dimiliki obyek itu sendiri, termasuk ukurannya, beratnya, dan massanya. Bagi
Locke, kualitas primer ini akan tetap siapapun yang mengukurnya. Yang kedua
adalah kualitas sekunder, yakni kualitas dari suatu obyek yang sangat
tergantung pada cara peneliti melihat objek tersebut sehingga dapat terus
berubah sesuai dengan kondisi. Misalnya, bau, warna dan suara, sangat
tergantung dari pekanya indera kita. Jika kualitas penerangan berubah,
kemungkinan besar warna juga akan berubah. Dengan demikian ilmu pengetahuan
lebih memfokoskan analisisnya pada kualitas primer, karena kualitas primer
lebih terukuar dan lebih obyektif daripada kualitas sekunder
Cara lain untuk mengkategorikan
kualitas primer dan kualitas sekunder adalah dengan menyebut kualitas objektif
pada kategori kualitas primer dan kualitas subjektif pada kategori kualitas
sekunder. Kualitas objektif adalah kualitas yang melekat pada objek, sedangkan
kualitas sekunder adalah kualitas hasil persepsi pikiran kita.
Ada
persoalan rumit (conundrum) yang muncul saat menggunakan konsep pengetahuan
John Locke untuk menjawab pertanyaan Apakah pohon yang runtuh di tengah
hutan tanpa ada orang yang dapat mendengarkan suaranya akan menimbulkan suara?
Sebagai konsekuensinya, teori Locke akan menjelaskan bahwa runtuhnya pohon
tidak menimbulkan suara, hanya membuat getaran pada udara dan benda-benda di
sekitarnya. Hal ini karena suara adalah kualitas subjektif dan benda yang
bergetar adalah kualitas objektif
Dengan demikian, pandangan John
Locke mengarah pada esensialisme ilmiah, yaitu bahwa tanpa pikiran yang
mampu mempersepsikan sebuah kualitas subjektif, kualitas itu tidak ada.
Ragam Pengalaman Manusia
Locke
menyatakan ada dua macam pengalaman manusia, yakni pengalaman lahiriah (sense
atau eksternal sensation) dan pengalaman batiniah (internal sense
atau reflection). Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang menangkap
aktivitas indrawi yaitu segala aktivitas material yang berhubungan dengan panca
indra manusia. Kemudian pengalaman batiniah terjadi ketika manusia memiliki
kesadaran terhadap aktivitasnya sendiri dengan cara 'mengingat', 'menghendaki',
'meyakini', dan sebagainya. Kedua bentuk pengalaman manusia inilah yang akan
membentuk pengetahuan melalui proses selanjutnya
Proses Manusia Mendapatkan Pengetahuan
Dari perpaduan dua bentuk pengalaman
manusia, pengalaman lahiriah dan pengalaman batiniah, diperoleh apa yang Locke
sebut 'pandangan-pandangan sederhana' (simple ideas) yang berfungsi
sebagai data-data empiris. Ada empat jenis pandangan sederhana:
- Pandangan yang hanya diterima oleh satu indra
manusia saja. Misalnya, warna diterima oleh mata, dan bunyi diterima oleh
telinga.
- Pandangan yang diterima oleh beberapa indra,
misalnya saja ruang dan gerak.
- Pandangan yang dihasilkan oleh refleksi kesadaran
manusia, misalnya ingatan.
- Pandangan yang menyertai saat-saat terjadinya
proses penerimaan dan refleksi. Misalnya, rasa tertarik, rasa heran, dan
waktu.
Di dalam proses terbentuknya pandangan-pandangan sederhana ini, rasio atau
pikiran manusia bersifat pasif atau belum berfungsi. Setelah
pandangan-pandangan sederhana ini tersedia, baru rasio atau pikiran bekerja
membentuk 'pandangan-pandangan kompleks' (complex ideas). Rasio bekerja
membentuk pandangan kompleks dengan cara membandingkan, mengabstraksi, dan
menghubung-hubungkan pandangan-pandangan sederhana tersebut. Ada tiga jenis
pandangan kompleks yang terbentuk:
- Substansi atau sesuatu yang berdiri sendiri,
misalnya pengetahuan tentang manusia atau tumbuhan.
- Modi (cara mengada suatu hal) atau pandangan
kompleks yang keberadaannya bergantung kepada substansi. Misalnya, siang adalah
modus dari hari.
Hubungan
sebab-akibat (kausalitas). Misalnya saja, pandangan kausalitas dalam
pernyataan: "air mendidih karena dipanaskan hingga suhu 100° celcius
Macam-macam Pengetahuan Menurut John Locke
Berdasarkan esei-esei yang ditulis
Locke, dapat disimpulkan terdapat empat macam pengetahuan:
1. Intuitive knowledge
2. Demonstrative knowledge
3. Sensible knowledge
4. Faithful knowledge
Intuitive knowledge adalah
pengetahuan yang didapatkan rasio dari pemahamannya terhadap kesesuaian
atau ketidaksesuaian antara idea-idea secara langsung tanpa dipengaruhi oleh
unsur-unsur lainnya. Seperti putih adalah bukan hitam, lingkaran adalah bukan
segitiga, tiga lebih besar daripada dua, dan lain-lain.
Perlu
dicatat, bahwa intuisi yang dimaksud Locke adalah kekuatan yang ada pada rasio
yang dapat mengetahui hubungan antara idea-idea yang kita dapatkan melalui
sensasi atau perenungan. Meskipun sensasi adalah kekuatan rasio akan
tetapi objeknya bersifat konkrit, dengan demikian, intuisi menurut Locke tidak
bertentangan dengan filsafat empirisme
Demonstrative
knowledge adalah pengetahuan yang didapatkan rasio dari pemahamannya terhadap
kesesuaian atau ketidaksesuaian antara idea-idea secara tidak langsung, tetapi
dengan perantara idea-idea lain. Ini berarti tidak mengeluarkan suatu hukum
terhadap suatu permasalahan sebelum dapat membuktikannya. Hal ini mengharuskan
analisis rasio untuk sampai pada suatu hukum, seperti argumentasi matematis,
dan pembuktian atas eksistensi Tuhan
Sensible knowledge adalah pengetahuan
terhadap adanya alam di luar kita. Dengan demikian ia bersandar pada
penginderaan. Menurut Locke meski pengetahuan ini tidak sampai pada tingkat
keyakinan dan pembuktian, namun lebih meyakinkan daripada pengetahuan
hipotesis, karena pengetahuan semacam ini membantu kita menetapkan adanya alam
luar. Sebagai buktinya, rasio dapat membedakan antara tidur dan jaga.
Locke
mengatakan bahwa kita dapat meyakini adanya alam di luar kita yang sesuai
dengan persepsi-persepsi kita. Memang akal tidak dapat mengetahui sesuatu yang
konkret secara langsung, tapi melalui persepsi-persepsi kita tentang sesuatu
itu. Dari situlah pengetahuan kita terbentuk sejauh mana ada kesesuaian antara
persepsi-persepsi rasio dengan perkara-perkara luar
Faithful knowledge adalah
pengetahuan yang diperoleh manusia melalui kepercayaan agama. Pengetahuan ini
tidak dapat dibuktikan karena di luar batas kemampuan rasio dan indera kita,
namun kita meyakininya dengan kuat karena merupakan rahasia keimanan (mysteri
of faith).
Pengetahuan
semacam ini didapatkan dari agama dan kitab suci yang diturunkan Tuhan. Locke
menerima dengan bulat pengetahuan ini karena ketidakmampuannya untuk
membuktikannya, sebab akal tidak sanggup mencapai hakikat keyakinan-keyakinan
agama, di antaranya adalah esensi Tuhan itu sendiri
Batas Pengetahuan
Sejauh mana batas pengetahuan
manusia? Locke memberikan batasan-batasan sebagai berikut:
1.
Pengetahuan kita tidak
mungkin melampaui idea-idea kita.
2.
Pengetahuan kita tidak bisa
melampaui pemahaman kita tentang adanya kesesuaian atau ketidaksesuaian antara
idea-idea yang terbentuk melalui intuisi, argumentasi, dan persepsi.
3.
Kita
tidak mungkin mencapai pengetahuan intuitif yang mencakup seluruh idea-idea
kita, atau segala yang ingin kita ketahui. Karena kita tidak dapat mengetahui
semua hubungan antara idea-idea itu baik dengan menyusun ataupun
membanding-bandingkannya.
4.
Demonstrative knowledge juga tidak mungkin mencakup
semua idea-idea kita. Karena kita tidak selamanya menemukan idea penengah yang
menghubungkan dua idea dalam argumentasi. Dalam kondisi ini kita tidak dapat
menghasilkan pengetahuan ataupun argumentasi.
5.
Sensible
knowledge tidak melampaui lebih jauh dari adanya perkara yang serupa di hadapan
kita dalam kenyataannya, maka ia lebih sempit dari dua macam pengetahuan
sebelumnya.
Dari uraian-uraian di atas jelaslah
bagi kita bahwa teori pengetahuan Locke sangat mendominasi pemikiran
kefilsafatannya. Sebagaimana para filusuf abad ke-17, 18, dan 19 lainnya, ia
juga sibuk meneliti asal pengetahuan manusia, sifat dasar pengetahuan, sumber
pengetahuan, tingkat keyakinan dan batas-batasnya. Ia memberikan batasan atas
dasar-dasar keyakinan, pendapat, kesesuaian, perbedaan, dan tingkatan
masing-masing. Locke adalah orang pertama yang menerapkan metode empiris di
abad moderen dan metode ilmiah dalam filsafat.
Pembatasannya terhadap empat macam
pengetahuan, yaitu pengetahuan intuitif yang mengantarkan kepada pengetahuan
terhadap wujud dzati, sensible knowledge yang membawa kepada pengetahuan
terhadap wujud sesuatu yang parsial, pengetahuan agama yang menyampaikan kepada
pengetahuan terhadap eksistensi Tuhan, metode ini adalah kebalikan dari metode
yang berlaku sebelumnya.
Teori
pengetahuan Locke juga sampai pada pengakuan akan keterbatasan akal manusia
mengetahui segala sesuatu yang ada di sekelilingnya seputar kenyataan-kenyataan
alam material dan nonmaterial. Bahkan ia sendiri tidak dapat mengetahui
sesuatupun tentang idea-ideanya sendiri dan hubungan-hubungan yang ada di
antaranya.
PENUTUP
KESIMPULAN
Masalah terjadinya pengetahuan adalah masalah yang
amat penting dalam epistemologi. Kata empiris
berasal dari kata Yunani empeirikos yang berasal dari kata empeiria,
artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang
dimaksud ialah pengalaman indrawi. Manusia tahu es dingin karena ia
menyentuhnya, gula manis karena ia mencicipinya.
Ada dua ciri pokok empirisme, yaitu
mengenai teori tentang makna dan teori tentang pengetahuan.
Dari perpaduan dua bentuk pengalaman manusia,
pengalaman lahiriah dan pengalaman batiniah, diperoleh apa yang Locke sebut
'pandangan-pandangan sederhana' (simple ideas) yang berfungsi sebagai
data-data empiris.
Berdasarkan esei-esei yang ditulis
Locke, dapat disimpulkan terdapat empat macam pengetahuan: Intuitive knowledge,
demonstrative knowledge, sensible knowledge, faithful knowledge.
DAFTAR PUSTAKA
Hamami, Abbas M. 1982. Epistemologi Bagian I Teori Pengetahuan.
Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM
Tafsir, Ahmad. 2008.
Filsafat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra Bandung:
Rosda
Juhaya S. Praja. 2003.
Aliran-aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Prenada Media
Henry J. Schmadt. 2005. Filsafat Politik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Yuana, Kumara Ari. 2012. The Greatest Philosophers.
Jogyakarta, Penerbit Andi